10 April, 2018

Karya Buya H Mansuruddin, Bimbingan Rohani

Foto: al-Marhum Buya Mansuruddin Tk. Bagindo Pariaman
Keberadaan naskah-naskah keagamaan di nusantara sangat menjadi perhatian besar para peneliti, tak sedikit diantara mereka yang mengkhususkan kajiannya dalam naskah-naskah klasik tersebut. Hingga dapat dikatakan bahwa nusantara merupakan salah satu sentra naskah-naskah kuno islam di dunia.

Kalau kita lihat secara spesifik, salah satu daerah yang menjadi gudang naskah-naskah ialah Minangkabau. Di daerah ini dapat ditemui tumpukan-tumpukan naskah yang keberadaannnya mengiringi penyebaran dan dakwah Islam di rumpun tanah melayu. Masuknya Islam ke Minangkabau menurut para ahli sejarah melewati pesisir barat Sumatera, sejak lama telah dicatat sebagai pintu masuk dari berbagai pengaruh asing, termasuk pengaruh Islam. Islam yang lebih awal datang dan berkembang di Aceh ternyata begitu cepat telah sampai ke Pariaman, yang ditandai oleh kehadiran Syekh Abdul ‘Arif atau yang lebih dikenal dengan Tuanku Madinah.

Eksistensi dan kejayaan Islam di Minangkabau tak terlepas dari ketokohan seorang Ulama besar, mahaguru sekian banyak ulama-ulama masa silam, yaitu Syekh Burhanuddin Ulakan. Beliau merupakan murid utama sekaligus khalifah Syekh Abdurra’uf Singkel Aceh. Di lembaga surau yang beliau pimpin itulah lahir ribuan ulama-ulama, penyebar islam ke pedalaman Minangkabau. Murid-murid beliaulah yang nantinya banyak memainkan peranan penting dalam perjuangan islam di Minangkabau, memberi warna pilar-pilar Islam melalui lembaga surau yang tumbuh menjamur mulai dari periode Syekh Burhanuddin ini. Sehingga Islam di Minangkabau hadir dengan dinamika sendiri, mencapai kecemerlangan dalam kurun-kurun waktu berikutnya.

Hadirnya lembaga surau tidak diragui lagi telah memberi identitas sendiri terhadap Islam di Minangkabau. Surau tidak hanya identik sebagai pusat ibadah, namun lebih dari pada itu. Surau juga menepati posisi sebagai pusat keilmuan Islam.

Dengan adanya tradisi mengaji yang berkembang di surau masa itu, maka banyak pulalah kegiatan salin menyalin, yang dikenal dengan istilah kuttab. Salinan materi ajaran Islam itu dalam bentuk naskah, tulisan tangan tanpat mengenal titik dan koma. Tradisi menyalin ini merupakan konsekwensi logis karena kala itu belum ada mesin cetak untuk mencetak kitab-kitab pelajaran.

Hal yang menarik dari keberadaan naskah-naskah tua Minangkabau ialah terjadi akulturasi penulisan, yaitu antara gaya penulisan Arab yang sarat nilai islam dengan kebudayaan Melayu. Dapat kita lihat adanya bentuk naskah yang berupa prosa (natsar) dan ada pula dalam bentuk sajak (syi’ir). Di antara dua bentuk tradisi penulisan naskah di Minangkabau ini, maka jenis syi’ir merupakan jenis naskah yang menarik untuk dikaji, sebab bentuk syi’ir sangat erat kaitannya dengan erotica sastra. Kepiawaian pengarang mengungkapkan ajaran-ajaran keagamaan dengan bahasa yang indah tidak cacat isi menjadi sebuah kajian yang begitu menjanjikan untuk diteliti lebih lanjut.

Salah satu naskah yang ditulis dengan langgam syi’ir itu ialah Naskah Sya’ir Bimbingan Rohani yang ditulis oleh Haji Mansuruddin Tuanku Bagindo di Lubuk Ipuh Padang Pariaman. Keberadaan naskah yang baik untuk dideskripsikan didasarkan pada lingkungan penulisan naskah di sentra penyebaran Islam priode awal di Minangkabau, yakninya daerah Pariaman.

Pariaman merupakan salah satu daerah di Minangkabau yang menjadi basis Islam di era awal penyebaran Islam di Nusantara. Awalnya yaitu dari Syeikh Burhanuddin yang ada di ulakan, yang mana di sini telah tersebar surau-surau yang banyak mengamalkan ajaran Islam yang memakai ciri khas tasawufnya. Di samping adanya surau-surau sebagai tempat pembimbingan para mubaliqh dan para keagamaan orang-orang Islam, di sana juga banyak terdapat naskah-naskah kuno. Salah satu naskahnya yaitu syair bimbingan rohani karangan Tuanku Bagindo Pariaman. Dalam naskah ini beliau bercerita bagaimana seseorang memelihara tubuhnya termasuk yang lahirnya dan anggota tubuh yang batinnya. Kemudian di dalam naskah ini juga di masukkan ajaran tasawufnya menurut ahli al-Sunnah Wal jamaah.

Dengan demikian dalam pembahasan kali ini kami mencoba mengambil Naskah Sya’ir bimbingan Rohani sebagai objek studi. Sehingga nantinya apa yang tersirat dalam naskah ini dapat terungkap dengan baik dengan menghadirkan suntingan teks yang dapat dinikmati oleh semua kalangan pembaca.
[post_ads]

Teks dan Konteks Naskah

Naskah Naskah Syaīr Bimbingan Rohani karangan Haji Mansuruddin Tuanku Bagindo merupakan salah satu naskah keagamaan yang ditulis dalam bentuk Sya’ir di antara puluhan naskah keagamaan lain dengan bentuk yang sama. Hal ini menjadi bukti nyata terhadap dunia penaskahan Minangkabau, sebab dengan adanya naskah tersebut mengungkap penulisan naskah di Minangkabau yang selama ini hanya banyak dikenal dalam bentuk prosa ilmiah (Natsar Ilmi), namun ada juga penulisan naskah dengan bentuk Sastra ilmiah, sarat dengan nilai keindahan. Keindahan itu terletak dari susunan kalimat yang ditulis bersajak, serupa puisi-puisi lama melayu, tetapi dengan isi yang tetap padat.

Naskah Syaīr Bimbingan Rohani dikarangan oleh Haji Mansuruddin Tuanku Bagindo, salah seorang Naskah yang digolongkan kepada kajian Tasawwuf yang penulis teliti berasal dari Ibuk Yulfira Riza yang diperolehnya dari tempat penyimpanannya sendiri ketika melaksanakan penelitian naskah di Pariaman. Naskah tersebut terdiri dari dua jilid, namun pada kesempatan kali ini hanya jilid pertama saja yang akan ditransliterasi dan dihadirkan mengingat bahasannya lebih baik dan mampu menggambarkan pemikiran penulis secara umum.

Penulisnya sendiri yaitu Haji Mansuruddin Tuanku Bagindo adalah seorang tokoh agama di daerah Lubuk Ipuh kabupaten Padang Pariaman, yang mana di daerah ini ditemui banyak skriptorium manuskrip.

Secara fisik naskah ini berukuran 13,5 cm x 18,5 cm. Naskah berjumlah 38 halaman dengan jumlah baris dalam setiap halaman sebanyak 22 baris. Cara penulisannya yaitu dengan membagi dua ruangan kertas, dibaca dari kalimat sebelah kanan dilanjutkan dengan kalimat sebelah kiri. Antara dua kalimat persajak dipisahkan oleh spasi yang rapi, persis seperti penulisan Sya’ir dalam bahasa Arab.

Alas naskah berupa kertas lokal, disampul dengan kertas karton. Dari teks sendiri hanya ditemui sedikit informasi mengenai naskah, apakah dari informasi penulis yang tertuang pada kolofon, atau dari keadaan fisik naskah. Namun dari susunan kalimat dan pemilihan diksi kata-kata dapat dikatakan bahwa naskah ini merupakan naskah yang cukup lama berdasarkan susunan kata-katanya yang mirip karya-karya lama melayu.

Naskah ini beraksara Arab melayu dengan susunan sajak dan wazan mencotoh puisi-puisi klasik melayu. Judul naskah dibuat mencolok seperti gaya kitab kuning, susunan kata-kata seperti pyramid terbalik. Dijudul tersebut tertulis:

Sya’ir
( Bimbingan Rohani )
Mengandung Nasehat bagaimana caranya
Mendidik hati dan jiwa
Sehingga memahami apakah
Yang dinamai hidup bahagia
Menurut islam
Yang diridhoi
Allah

Informasi naskah yang terpenting lainnya terdapat pada bagian khatimah (penutup), di dalamnya penulis menyebutkan kapan naskah tersebut ditulis, penulis mengungkapkan:
Tamatlah syiir Alhamdulillah
Shalawat dan salam atas Rasulullah
Kalau raga sahabat semuanya
Sampai kiamat hingga itulah
Syiirpun tamat pada hari isnain
3 hari bulan Ramadhan
Dawatlah habis terbitlah bosan
Berhenti dahulu tenang fikiran
Pada hari ini syiir lah tamat
3 hari Ramadhan wahai sahabat
1400 tahun hijriah
9 tambahnya bilangan tamat

Dari sajak ini, penulis menginformasikan kapan ditulisnya naskah, yaitu pada tanggal 3 ramadhan 1400 Hijriyah, tepatnya pada jam 9. walaupun naskah ini terbilang baru, yaitu ditulis pada tahun 1979, mengingat isi naskah yang terbilang bagus dan padat, maka naskah ini layak untuk dideskripsikan. Walau ada sementara orang yang mensyaratkan bahwa usia naskah paling kurang 50 tahun. Namun bagi sementara kalangan mengungkapkan bahwa tulisan apapun jua dengan usia berapa jua, asal dia tulisan (manuskrip) maka itu tergolong naskah, seperti yang telah dipopulerkan M. Yusuf dalam katalognya.

Sebagai penutupnya, Tuanku Bagindo menulis keterangan berkaitan dengan keutamaan berpegang kepada zikrullah.
[post_ads_2]

Ringkasan Isi

Teks ini menjelaskan tentang nasehat-nasehat agama menurut kajian tasawuf dalam bentuk syi’ir berbahasa melayu. Pembahasannya di mulai dengan menjelaskan tata cara menjaga anggota yang lahir seperti lidah, mata, tangan, telinga, kaki, dan lain-lain. Kemudian di lanjutkan dengan pembahasan tata cara menjaga hati yaitu anggota tubuh yang batin.

Awal sajak dimulai dengan ucapan Basmallah, kemudian diteruskan dengan alas an penulis menulis sajak tersebut. Penulis mengungkapkan:

Sepatah kata saya sampaikan
Kepada pembaca orang budiman
Sebabnya syair saya tuliskan
Karna melihat putaran zaman

Putaran zaman wahai saudara
Zaman pembangunan sudahlah nyata
Boleh dilihat di sini sana
Mulai dari kota sampai ke desa

Begitu juga kalau dilihat
Perubahan nasib lekas dan lambat
Mungkin tercapai menurut iradat
Bagaimana adanya dalam maklumat

Jikalau di lihat sana sini
Sangat meningkat pembangunan jasmani
Rumah yang bagus meja dan kursi
Mobil dan Honda silih berganti

Sungguh begitu hendaklah ingat
Tiap-tiap nikmat mengandung laknat
Sengketa banyak tidak sepakat
Itu tandanya usaha tidak berkat

Dalam kehidupan menyolok mata
Keadilan jauh hampir niaya
Suatu cobaan Tuhan yang Esa
Hendak sadari wahai saudara

Dari ungkapan diatas penulis menyatakan peringatan tentang dunia yang semakin hari semakin canggih, perkembangan di sana sini, hidup manusia bergelimang dengan kesenangan dan pamor. Namun itu semua menurut penulis merupakan godaan semata, yang jika kita tidak hati-hati menjalani hidup yang fana ini, niscaya kita akan terpedaya dengan melupakan Allah, melupakan kehidupan akhirat yang kekal Abadi.

Kemudian mulailah penulis menguraikan tata cara membersihkan anggota badan yang zhahir dalam segala maksiat. Menurut penulis cara membersihkan anggota badan yaitu dengan menjauhi segala larangan (Takhalli), selanjutnya dengan menghiasi anggota badan dengan ibadah dan perbuatan baik.

Sebagai contohnya, dalam tata cara menjaga kaki dari perbuatan maksiat, penulis mengungkapkan:

Kita mendidik di aliah sekarang
Kepada anggota kaki yang panjang
Anggota kita sekian orang
Keperluan hidup di alam perang

Adapun kaki kadang gunanya
Menyampaikan maksud kemana-mana
Kian kemari mencari sesuatunya
Kaki menyampaikan dengan langkahnya

Gunakan kaki untuk tompangan
Perahu hidup dalam pekerjaan
Dipakai sehari-hari berkepanjangan
Membantu hidup memberi kelapangan

Pandaikah saudara memanjat tak berkaki
Begitu melompat atau mendaki
Hendaklah jawab dengan hakiki
Pikiran waras untuk menunjuki

Setelah menguraikan tata cara membersihkan anggota tubuh dari maksiat. Kemudian pengarang beralih kepada tata cara membersihkan anggota tubuh yang bathin. Kebersihan jiwa ini difokuskan dengan menjaga hati sanubari dari sifat-sifat tercela.

Untuk selanjutnya, pembicaraan mengenai hati sangat difokuskan. Pada halaman berikutnya, penulis menjelaskan tata cara mengawas hati, dan hati disini itulah yang disebut dengan alam rohani yang menjadi topic pembicaraan yang sebenarnya di dalam naskah ini. Kemudian penulis menyebutkan faedah memelihara hati. Dalam hal ini pengarang mengungkapkan:

Jantung dan hati hendaklah isi
Dengan iman rasa marasai
Menurut tempat(…….?)hati
Jauhkan rasa benci membenci

Hendaklah hidup tenggang menenggang
Jangan berpilin meraggang-ragang
Rasakan di diri rasakan di orang
Tau kesulitan hidup sekarang

Keamanan hidup ialah itu
Agak maagak jangan terlalu
Hendak kembalikan ini dan itu
Kepada Allah Tuhan yang Satu

Melihat kepada konteks pembahasan di dalam naskah ini, maka dapatlah dipastikan bahwa naskah Sya’ir Bimbingan Rohani merupakan naskah Tasawwuf yang dikategorikan kepada Tasawwuf Akhlaqi, mendidik anggota tubuh dan jiwa dari perbuatan maksiat, guna untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

Secara sistematis, Naskah Sya’ir Bimbingan Rohani berisi:
1. Mukaddimah
2. Sepatah kata dari penulis
3. Memelihara lidah
4. Memimpin alam jasmani
5. Menjaga tangan
6. Memelihara mata
7. Menjaga telingan
8. Menjaga kaki
9. Cara mengawas alam rohani atau hati dan buahnya
10. Buah kedua
11. Pertanyaan sahabat kepada Nabi
12. Buah ketiga
13. penutup

Sumber : http://surautuo.blogspot.com/


EmoticonEmoticon