14 April, 2018

MANGGOPOH, LUBUK BASUNG, SUMBAR TAHUN 1906

Disebuah mesjid tengah malam tanpa setitik pun lampu berkumpulah beberapa orang lelaki dan seorang perempuan di saf belakang menghadiri sebuah permufakatan. Permufakatan yang sangat penting, karena pada saat itulah ikrar diucapkan. Ikrar untuk melawan kebatilan sampai darah penghabisan, dengan taruhan nyawa. Sumpah untuk siap mati mengorbankan nyawa melawan penjajah kafir yang telah memeras dan menindas rakyat sekian lama. Tak dinyana permufakatan itu dipimpin seorang wanita yaitu Bundo Siti.
Setelah sumpah setia diucapkan disiapkan rencana penyerangan pasukan Belanda di kota Lubuk Basung. Skenario di susun, peralatan perang berupa klewang, golok dan pedang disiapkan. Rencana sesudah penyerangan juga disiapkan.

Manggopoh semakin membara karena tidak tahan lagi atas kesewenang-wenangan penjajah Belanda, Banyak pemuda sudah menyatakan tekad siap mati menentang penjajah, namun bedil dan meriam belanda masih menjadi perhitungan pejuang lainnya yang berpikir jernih. Beberapa waktu sebelum itu telah meletus peperangan di daerah tetangga. KAMANG. Beberapa pemuda yang tidak tahan untuk bergerak segera berangkat membantu pejuang KAMANG. Perang pun berkobar disana... Tapi Manggopoh masih memendam baranya. Setelah beberapa kejadian kesewenangan Belanda terjadi lagi maka amarah itu pun meledak. Perang Kamang telah berakahir. Pejuang kalah segalanya. Meriam belanda masih bisa menghancurkan para putra pribumi. Para pejuang Manggopo kembali ke kampungnya. Maka saat inilah untuk bergerak. Para veteran perang Kamang pun ikut bergabung dengan Bundo Siti.

Pada malam yang ditentukan bundo Siti duluan datang ke Lubuk Basung, dan para lelaki beberapa saat kemudian termasuk suami Bundo/Mande Siti.
[post_ads]
Disana Belanda sedang berpesta pora. Minum tuak dan makan makanan yang berlimpah.

Dan mengundang wanita-wanita cantik seantero negri. Musik pun berbunyi kencang.

Pas tengah malam Mande Siti dengan sigap menebas lampu2 yang menerangi ruangan sehingga majadi gelap gulita. Itu adalah tanda para pejuang untuk masuk dan menerabas semua Belanda di ruangan besar itu. teriakan kekacauan terjadi. Ayunan golok dan terabasan pedang membuat tentara Belanja jatuh tersungkur tak berdaya, darah menggenang dimana-mana. Tak berapa lama semua tentara itu telah tewas tanpa sempat memberikan perlawanan berarti. Kemenangan besar bagi para pejuang Manggopoh.

Setelah semuanya selesai Mande Siti bersama pejuang lainnya kembali ke manggopoh. Tapi..... ternyata masih ada satu orang tentara Belanda yang masih hidup walau terluka parah. Tentara tersebut meraih senjata yang ada didekatnya dan dor..... sebuah letusan membuat suami Mande Siti tersungkur, ia terjengkang dan semburat darah keluar dari pahanya. Sedangkan tentara Belanda itu dengan cepat meraih pelana kuda dan segera kabur ke Bukittinggi dimana pos besar Belanda berada tanpa terkejar lagi.

Para pejuang kemudian segera membawa suami Mande Siti pulang untuk segera ditolong.
[post_ads_2]
Sang tentara yang selamat melaporkan kejadian itu ke jenderal Belanda di Bukittinggi. Sang Jenderal marah besar, baru kali ini ratusan tentaranya tewas dengan keadaan konyol tanpa dapat meraih senjatanya. Segera ia mengumpulkan ribuan tentara untuk mengurung Manggopoh.

Berita penyerbuan itu sampai ke telinga Mande Siti. Setelah berunding demi untuk menyelamatkan rakyat dari tindakan sewenang-wenang Belanda maka diputuskan mereka pergi dari Manggopoh secara berpencar.

Beberapa waktu kemudian beberapa pejuang tertangkap oleh Belanda, namun Mereka gagal menangkap Mande Siti walau sudah menyisir Sumatera Barat

Sampai Sekarang Tugu Siti MAnggopoh Masih Bisa Kita Lihat Di Simpang Gudang Lubuk Basung, Salah Satu Jalan Alternatif dari Lubuk Basung ke Pasaman Barat


EmoticonEmoticon